Jumat, 19 Agustus 2011

Kereen,..Warnet Di Atas Air Ternyata Ada Di Indonesia !!

   







Renungan kita, kecintaan Seorang anak ( Menharukan )



Tepat pada tangal 17 Agustus yang merupakan hari kemerdekaan Indonesia, saya keliling mencari inspirasi untuk posting pagi hari ini sehingga saya menemukan cerita singkat sarat makna yang ditulis oleh Cristine Wili berhubung karna ceritanya agak panjang jadi insya Allah ane singkat sebisa mungkin, baiklah langsung saja, Eric itulah nama yang saya berikan kepada anak pertama saya yang memiliki keterbelakangan mental.

Ketika kondisi perekonomian dikeluarga kami begitu labil, saya berniat memberikan Eric kepada orang lain saja, tapi Sam mencegah niat buruk saya itu. Dan akhirnya saya membesarkannya juga. 2 tahun kemudian saya dan Sam dikaruniai seseorang anak perempuan yang cantik mungil Angelica namanya.Seringkali kami mengajaknya pergi ke taman hiburan dan membelikannya pakaian anak-anak yang indah-indah.

Namun lain halnya demikian dengan Eric. Ia hanya memiliki beberapa stel pakaian butut. Dan Saat usia Angelica 2 tahun dan Eric 4 tahun, Sam meninggal dunia Keluarga kami menjadi semakin miskin dengan hutang yang semakin menumpuk. Akhirnya saya mengambil tindakan yang akan membuat saya menyesal seumur hidup.

Saya pergi meninggalkan kampung kelahiran saya beserta Angelica. Eric yang sedang tertidur lelap saya tinggalkan begitu saja. Setelah 10 tahun lamanya Tiba-tiba terlintas kembali kisah ironis yang terjadi dulu seperti sebuah film yang diputar dikepala saya.

Baru sekarang saya menyadari betapa jahatnya perbuatan saya dulu. tiba-tiba bayangan Eric melintas kembali di pikiran saya. Seketika itu pula Saya mulai mencari gubuk yang dahulu pernah saya tinggali bersama Eric.

Begitu sedih rasanya hati ini ketika tidak menemukan siapapun didalam gubuk itu Hanya ada sepotong kain butut tergeletak di lantai tanah. Saya mengambil seraya
mengamatinya dengan seksama… Mata mulai berkaca-kaca, saya mengenali potongan kain tersebut sebagai bekas baju butut yang dulu dikenakan Eric sehari-harinya. Saya sempat kaget sebab suasana saat itu gelap sekali. Kemudian terlihatlah wajah orang itu yang demikian kotor.

Ternyata ia seorang wanita tua. Kembali saya tersentak kaget manakala
ia tiba-tiba menegur saya dengan suaranya yang parau.

“Heii…! Siapa kamu?! Mau apa kau kemari?!”

Dengan memberanikan diri, saya pun bertanya, “Ibu, apa ibu kenal
dengan seorang anak bernama Eric yang dulu tinggal di sini?”

Ia menjawab, “Kalau kamu ibunya, kamu sungguh tega, Tahukah kamu, 10 tahun yang lalu sejak kamu meninggalkannya di sini, Eric terus menunggu ibunya dan memanggil, ‘Ibu…, Ibu!’ Karena tidak tega, saya terkadang memberinya makan dan mengajaknya tinggal Bersama saya.

Walaupun saya orang miskin dan hanya bekerja sebagai pemulung sampah, namun saya tidak akan meninggalkan anak saya seperti itu! Tiga bulan yang lalu Eric meninggalkan secarik kertas ini. Ia belajar menulis setiap hari selama bertahun-tahun hanya untuk menulis ini untukmu…”

Saya pun membaca tulisan di kertas itu…

“Ibu, mengapa Ibu tidak pernah kembali lagi…? Ibu marah sama
Eric, ya? bu, biarlah Eric yang pergi saja, tapi Ibu harus berjanji
kalau Ibu tidak akan marah lagi sama Eric. Bye, Ibu…”

Saya menjerit histeris membaca surat itu. “Bu, tolong katakan… katakan di mana ia sekarang? Saya berjanji akan meyayanginya sekarang! Saya tidak akan meninggalkannya lagi, Bu! Tolong katakan..!!”

“Nyonya, semua sudah terlambat. Sehari sebelum nyonya datang, Eric telah meninggal dunia. Ia meninggal di belakang gubuk ini. Tubuhnya sangat kurus, ia sangat lemah. Hanya demi menunggumu ia rela bertahan di belakang gubuk ini tanpa ia berani masuk ke dalamnya. Ia takut apabila Mommy-nya datang, Mommy-nya akan pergi lagi bila melihatnya ada di dalam sana… Ia hanya berharap dapat melihat Mommy-nya dari
belakang gubuk ini… Meskipun hujan deras, dengan kondisinya yang lemah ia terus bersikeras menunggu Nyonya di sana.”

Mudah-mudahan kisah cinta seorang anak diatas bisa kita ambil hikmahnya, khususnya bagi mereka yang suka menelantarkan anak-anaknya, begitu banyak anak-anak terlantar yang dibuang begitu saja dinegri kita ini bahkan ketika belum lahir saja udah dibunuh demi menjaga martabat diri mereka, semoga setiap lapisan masyarakat bisa menyadari bahwa kasih sayang anak kepada ibunya juga begitu besar walaupun ia hanya seorang anak yang memiliki keterbelakangan mental seperti cerita diatas. Thanx semuanya udah baca arikel panjang ini hehehe.[robbie-alca.blogspot.com]

Seleb-seleb Dunia Yang Tewas di Usia 27 Tahun

Amy Winehouse

Dead: July 23, 2011, 27 years and 313 days, probable heroin overdose











Brian Jones

Dead: July 3, 1969, 27 years and 125 days, drowned in a swimming pool

Band: Rolling Stones











Jimi Hendrix

Dead: eptember 18, 1970, 27 years and 295 days, asphyxiated on vomit after combining sleeping pills with wine

Band: The Jimi Hendrix Experience and Band of Gypsys











Janis Joplin

Dead: October 4, 1970, 27 years and 258 days, heroin overdose

Band: The Kozmic Blues Band and Full Tilt Boogie Band











Jim Morrison

Dead: July 3, 1971, 27 years and 207 days, cause of death listed as “heart failure”

Band: The Doors











Kurt Cobain

Dead: April 5, 1994, 27 years and 44 days, ruled as suicide by shotgun

Band: Nirvana











Alan “Blind Owl” Wilson

Dead: September 3, 1970, Barbiturate overdose, possible suicide

Band: Canned Heat







Ron “Pigpen” McKernan

Dead: March 8, 1973, Gastrointestinal hemorrhage associated with alcoholism

Band: Grateful Dead









Les Harvey

Dead: May 3, 1972, Electrocution by live microphone after touching it with his wet hands

Band: Stone the Crows





Dave Alexander

Dead: February 10, 1975, Pulmonary edema

Band: Stooges

Inilah Saat Soekarno Melamar Rahmi Tengah Malam



Di Palestina ada Yasser Arafat, di Indonesia ada Mohamad Hatta. Keduanya sama-sama ber-”Nazar” atau berikrar tidak akan menikah sebelum negaranya merdeka. Karenanya, Bung Karno, dalam suatu kesempatan yang rileks pasca kemerdekaan, menanyakan tentang calon pasangan hidup. Setidaknya karena dua alasan. Pertama, Indonesia sudah merdeka. Kedua, usia Hatta tidak muda lagi, 43 tahun.



Hatta tidak menampik topik melepas masa lajang. Terlebih, Bung Karno pun menyatakan siap menjadi mak comblang, bahkan melamarkan gadis yang ditaksirnya. Ketika Bung Karno bertanya kepada Hatta ihwal gadis mana yang memikat hatinya, Hatta menjawab, “Seorang gadis yang kita jumpai waktu kita berkunjung ke Institut Pasteur Bandung. Dia begini, begitu…. tapi saya belum tahu namanya.”

Usut punya usut, selidik punya selidik, gadis Parahyangan yang ditaksir Hatta adalah putri keluarga Rahim (Haji Abdul Rahim). Maka, ketika kira-kira sebulan setelah proklamasi Bung Karno berunjung ke Bandung, ia sempatkan mampir ke rumah keluarga Rahim di Burgermeester Koops Weg, atau yang sekarang dikenal sebagai Jl. Pajajaran No. 11. Bung Karno bertamu hampir tengah malam, jam 23.00.



foto: Meutia Hatta dan Halida Hatta

Meski sempat diingatkan ihwal jam yang menunjuk tengah malam, tapi Bung Karno tetap keukeuh bertamu malam itu juga. Ia berdalih, tidak menjadi soal, karena ia kenal baik dengan keluarga Rahim. Persahabatan lama yang telah terjalin sejak Bung Karno kuliah di THS (sekarang ITB) Bandung. Apa lacur, setiba di rumah keluarga Rahim, ia disambut dampratan dari Ny. Rahim. Sebuah dampratan antarteman, mengingat Bung Karno datang bertamu tidak kenal waktu.

Untuk mereda dampratan tadi, dipeluklah Ny. Rahim dan diutarakanlah niatnya, “Saya datang untuk melamar.” Tuan dan Ny. Rahim bertanya serempak, “Melamar siapa? Untuk siapa?” Bung Karno langsung menjawab, “Melamar Rahmi untuk Hatta.” Dalam kisah lain diceritakan, adik Rahmi, yang bernama Titi, sempat mempengaruhi Rahmi supaya menolak lamaran Bung Karno, dengan alasan, Hatta jauh lebih tua dari Rahmi.



Berkat “rayuan” Bung Karno pula akhirnya Rahmi menerima pinangan tadi. Bung Karno meminta Rahmi melihat Fatmawati yang juga berbeda usia cukup jauh dengan Bung Karno, tetapi toh mereka bahagia. Alkisah, Hatta dan Rahmi resmi menikah di Megamendung pada tanggal 18 November 1945, hanya disaksikan keluarga besar Rahim, keluarga besar Bung Karno dan Fatmawati.

Dari pernikahan itu, lahirlah putri pertama mereka, Meutia Farida yang lahir di Yogyakarta 21 Maret 1947. Nama Meutia datang dari neneknya yang asli Aceh. Sedangkan Farida diambil dari nama permaisuri Raja Farouk dari Mesir yang cantik jelita. Setelah itu, disusul kelahiran putri keduanya, Gemala, dan putri ketiga Halida Nuriah.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Visitors

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktops