Senin, 02 Januari 2012

Menjelajahi Wisata Kota Bengkulu

Gugus-gugus awan di Bengkulu terasa begitu dekat seakan hendak runtuh dari langit. Deru ombak menemani langkah-langkah kecil saya menyusuri jalanan senyap di Malabro, sementara matahari masih malu-malu menampakkan diri dari balik dinding benteng yang berlumut.



Hanya butuh seminggu perencanaan sebelum saya memutuskan berkunjung ke kota ini. Bengkulu boleh dibilang merupakan ibukota provinsi paling sunyi di Pulau Andalas. Meskipun pernah menjadi sentra pertahanan Inggris di Asia, bumi Rafflesia jauh dari kesan keramaian. Berikut catatan saya mencumbu pesona wisata yang tersembunyi di balik nuansa senyap kota bersejarah ini.

Lintas Barat 

Perbincangan singkat dengan Gita dan Putri sudah cukup membuat saya penasaran dengan pesisir barat Sumatera. Alhasil pesawat terbang saya coret dari opsi moda transportasi. Sebagai gantinya perjalanan darat lintas barat Sumatera selama 28 jam menjadi pilihan utama. Jadilah pagi itu saya berangkat dari Jakarta dengan menggunakan bus Siliwangi Antar Nusa (SAN) menuju Bengkulu.

Sesaat sebelum matahari tenggelam, kami sudah mencapai Bandar Lampung. Perjalanan melintasi Teluk Betung relatif lancar dengan pemandangan pantai di sepanjang jalan. Namun sensasi pesisir barat Sumatera justru baru dimulai dari sini.

Bus terus bergerak menuju ke arah barat. Menjelang tengah malam GPS saya menunjukkan arah perjalanan berbelok ke utara. Di sinilah serunya. Sesaat setelah melewati kota Liwa pemandangan berubah menjadi hutan belantara yang gelap gulita. Musik ala India pun instan diputar keras-keras oleh sopir bus untuk memecah keheningan rimba. Sementara hujan turun membasahi jalan raya rusak yang lebarnya hanya muat untuk dua bus itu dan ranting-ranting pohon menampar-nampar kaca secara konsisten membuat perjalanan semakin menarik.

Hanya sesaat usai memasuki areal Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), bus yang saya tumpangi mengalami patah as di tengah hutan rimba yang terkenal dengan gajahnya itu. Mungkin sebab dipaksa bekerja terlalu keras sejak kemarin. Mau tidak mau, kami terpaksa menunggu dua jam hingga matahari terbit sebelum para kru memberanikan diri keluar dari bus dan memperbaiki kerusakan tersebut di tengah-tengah hutan belantara.

Perjalanan dilanjutkan meninggalkan Lampung menuju ke Bengkulu, melintasi banyak penatapan tepi pantai dan sungai yang belum tercemar. Akhirnya kami tiba di kota Bengkulu pada pukul dua siang, sekaligus menutup petualangan menarik selama 28 jam di dalam bus.

Pantai Panjang 

Usai menyinggahi Fort Marlborough segera setelah tiba di kota Bengkulu, keesokan harinya saya mencoba menyusuri Pantai Panjang dengan berjalan kaki. Ternyata prediksi saya meleset. Pantai ini jauh lebih panjang daripada yang saya duga, membentang nyaris sepuluh kilometer dari ujung ke ujung sebelum berakhir di gugus karang Pantai Tapak Paderi.

Sebenarnya, Pantai Panjang punya pola mirip Pantai Kuta di Bali dengan pasir dan ombak yang lebih menawan. Sayangnya pantai yang masih sangat bersih ini agak tidak optimal sebagai resort pariwisata. Memang pemerintah lokal telah membangun jalan setapak serta pepohonan kasuarina rimbun di sepanjang sisinya, namun wisatawan nampaknya masih kurang mengenal tempat ini, alih-alih berkunjung.

Kebetulan di siang yang panas itu hanya ada saya dan seorang turis gemuk dari Inggris, namanya Phil. Saya sempat bercakap dengannya dan Phil berkisah bagaimana Bengkulu kadangkala menjadi figur penting dalam sejarah Inggris di Asia. Bukan hal aneh apabila kebanyakan wisatawan asing di Bengkulu berasal dari negara-negara Britania.

Selain Phil, saya tidak melihat ada orang lain di sana. Pantai Panjang begitu bersih. Pasirnya putih kekuningan tanpa ada seonggok pun sampah berserakan. Saya merebahkan diri di tepinya sambil merasakan gelombang-gelombang kecil sesekali membasuh tubuh. Airnya pun sedemikian jernih hingga batas cakrawala nyaris tidak nampak.

Mengingat panjangnya yang berkilo-kilometer, tentu seluruh area pantai tidak dapat diekspresikan dengan satu warna. Apabila anda berjalan mendekati perkampungan penduduk di seputar Malabro maka sudut Pantai Panjang di sini agak berbeda. Pantainya ditumbuhi vegetasi sejenis rumput dan di sisinya tersedia banyak kursi-kursi lapuk dari kayu yang menghadap ke Samudera Hindia.

Apabila dilihat dari fasilitas yang tersedia, sebenarnya pemerintah Bengkulu sudah ancang-ancang untuk menjadikan pantai ini sebagai resort wisata. Sayang, kurangnya popularitas resort ini justru membuat usaha pariwisata pantai ini seperti pesawat terbang yang gagal take-off. Tentu dengan kualitas pantai yang baik seperti ini dan kedekatannya dengan pusat kota, Bengkulu punya potensi untuk menjadikannya tujuan wisata populer.

Apabila anda mempunyai waktu liburan, pantai ini pantas untuk dikunjungi. Memang di sana belum tersedia amusement semacam jetski, banana boat, atau parasailing. Namun setidaknya kesunyian yang ada mampu membantu bersantai sejenak. Soal akses tidak perlu khawatir, lokasi pantai ada di sisi jalan raya beraspal. Bahkan anda sanggup dengan mudah mengakses berbagai penginapan dan Bengkulu Indah Mall yang terletak tepat di sebelah pantai ini.

Rumah Soekarno

Tidak lebih dari satu abad yang lalu, Bengkulu dianggap sebagai daerah terpencil oleh pemerintah kolonial. Tidak mengherankan apabila kemudian kota Bengkulu dipilih sebagai lokasi pembuangan Presiden Soekarno tahun 1930-an. Kini rumah tempat pengasingan proklamator tersebut dipugar sebagai landmark wisata sejarah. Rumah ini dibuka untuk umum. Satu-satunya hal yang membuat saya tidak habis pikir adalah karcis masuknya yang dua ribu rupiah. Jujur saja itu ongkos masuk yang terlalu murah untuk tempat bersejarah seperti ini. Apalagi perawatannya pasti membutuhkan dukungan dana yang besar.

Rumah klasik ini awalnya milik saudagar bernama Tjang Tjeng Kwat, yang kemudian dipinjamkan guna menampung sang proklamator selama dalam pengasingan. Rumah kecil ini terdiri dari empat kamar, dua di antaranya kamar tidur. Di dalamnya tersimpan beberapa barang menarik. Misalnya sepeda tua yang dulunya dipakai oleh Bung Karno, sisa-sisa kostum antik ketika beliau memimpin klub sandiwara Monte Carlo, hingga buku-buku berbahasa Belanda yang menjadi bacaan beliau.

Kamar tidur Bung Karno terletak di sisi bagian belakang rumah dan kasurnya hanya setipis roti di Pizza Hut, ukuran yang mungkin sudah cukup mewah untuk rakyat zaman tersebut. Sementara itu pada halaman belakang ada sebuah sumur tua. Menurut petugasnya, menjelang Pemilu, politikus ramai-ramai berkunjung untuk membasuh diri di sumur tua ini. Mungkin akan lebih bagus lagi jika para politikus klenik tadi mau menceburkan diri ke sumur setelah masa jabatan selesai.

Menjelang sore hari, saya menyempatkan diri mengunjungi Pantai Tapak Paderi yang posisinya di samping Fort Marlborough. Meskipun cuaca cukup mendung, pemandangan matahari tenggelam di balik Fort Marlborough masih sempat saya saksikan. Malam itu saya berjalan kaki di tengah hujan gerimis menuju ke penginapan dengan masih menyisakan satu hari lagi di Bengkulu guna mencari lokasi-lokasi bonus yang belum sempat saya kunjungi di tanah ini.

Danau Dendam

Namanya terdengar aneh. Danau Dendam Tak Sudah atau biasanya disebut warga dengan nama Danau Dendam terletak sekitar delapan kilometer di sebelah utara kota Bengkulu. Pada pagi-pagi buta saya berkunjung ke sana memanfaatkan jasa ojek. Tukang ojek tadi merupakan warga asli suku Rejang, yang berasal dari sebelah timur Bengkulu. Banyak cerita yang kami berdua bagikan selama di perjalanan, termasuk salah satunya bahwa bapak itu punya seorang anak di Korea yang bekerja sebagai kuli kapal sejak setahun yang lalu.

Kembali ke topik bahasan. Danau Dendam pagi itu sangat sepi. Hanya nampak beberapa nelayan mencari ikan di danau. Sementara saya sendiri duduk tenang di pondok-pondok yang tersedia di tepinya menunggu matahari terbit. Perlahan-lahan matahari muncul dari balik hutan dan air danau yang jernih sontak memantulkan cahaya keemasan. Sayangnya pemandangan menawan tersebut hanya berlangsung singkat dan saya harus kembali ke kota.

Hari terakhir di Bengkulu saya pergunakan untuk menyelami kehidupan masyarakatnya. Di dekat Monumen Thomas Parr, anda dapat menemukan pasar tradisional yang menjadi denyut kehidupan masyarakat Bengkulu. Di sana saya menyempatkan menikmati tempoyak, kuliner khas Bengkulu yang dibuat dari durian difermentasi. Selain itu tidak jauh dari sana terdapat Kampung Cina yang merupakan pemukiman tua berarsitektur Cina yang dihuni warga keturunan Tionghoa.

Transportasi :

Bus PO SAN Jakarta-Bengkulu Rp 215K | Pesawat Lion Air BKS-CKG Rp 390K | Ojek Dalam Kota Rp 2K | Angkot Rp 2K | Akomodasi : Hotel SS Rp 80K (bisa share 2-3 orang) | Makan Rp5K - 15K | Wisata : Fort Marlborough Rp 2K | Rumah Bung Karno Rp 2K | Pengeluaran : sekitar Rp 786K


Kota Bengkulu

Kota Bengkulu mempunyai potensi wisata yang menjanjikan. Mengabaikan Bukit Kaba dan Curug Sembilan yang terletak jauh di luar kota, kota Bengkulu sendiri sudah pantas menjadi daya tarik bagi wisatawan. Barangkali dua poin penting yang kurang untuk daerah ini adalah promosi wisata dan pelayanan turisme bagi wisatawan. Berapa banyak dari anda yang sudah pernah mendengar tempat-tempat wisata di Bengkulu? Saya yakin tidak banyak. Itu kendala pertama.

Kendala nomor dua adalah lemahnya pelayanan wisata. Hal ini terlihat dari minimnya papan-papan penunjuk jalan di seantero kota. Padahal bagi para turis dan backpacker, papan penunjuk jalan adalah senjata utama ketika GPS tidak memberikan data yang reliabel. Beberapa fasilitas wisata terutama pemandu dan atraksi amusement juga non-eksisten di Bengkulu.

Antara membangun infrastruktur terlebih dahulu serta menanti kedatangan wisatawan ibarat lingkaran setan. Salah satu harus dimulai terlebih dahulu. Namun yang tak kalah penting adalah membuka awareness masyarakat luas-luas terhadap potensi di Bengkulu saat ini. Soal ini, pertumbuhan tempat wisata sangat bergantung kepada para wisatawan perintis serta backpacker yang suka bepergian ke resort-resort non-konvensional.

Apabila anda berminat tamasya ke Bengkulu, luangkan waktu 2-3 hari. Untuk para budget traveler (backpacker), anda bisa mengajak banyak teman anda untuk menekan biaya hotel dengan cara sharing kamar. Selain itu biaya perjalanan bisa ditekan melalui perjalanan darat, apalagi jika anda rela menggunakan bus ekonomi ketengan (ganti bus di setiap terminal) tentu dengan resiko waktu tempuh yang akan membengkak. Ada waktu liburan? Visit Bengkulu!

 tambahan Curup di Kabupaten Curup Bengkulu: 




1 komentar:

Blogger mengatakan...

Are you paying more than $5 per pack of cigs? I buy all my cigarettes over at Duty Free Depot and I save over 60% on cigs.

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Visitors

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hosted Desktops