Originally Posted by susanto.ng Menelisik Abdi Dalem Keraton Ngayogyokarto
Keraton Ngayogyokarto bisa dibilang salah satu kerajaan yang masih berdiri di Indonesia. Kekentalan budaya keraton masih terasa hingga saat ini di sendi-sendi kehidupan masyarakat Yogyakarta.
Namun sebuah keraton tidak bisa mengurus dirinya jika tidak dibantu oleh pengurus keraton atau yang biasa disebut Abdi Dalem. Mereka merupakan orang yang mengabdikan dirinya untuk kerabat kerandah keraton dan mengabadikan sepenuh hati untuk Raja Kasultanan Ngayogyokarto Hadiningrat dengan segala aturan yang ada.
Tidak ada paksaan untuk menjadi Abdi Dalem. Pelaku Abdi Dalem itu sendiri merupakan abdi budaya, tidak bisa diartikan sebagai pembantu atau batur. Mereka menganggap menjadi Abdi Dalem merupakan ‘jabatan’ terhormat yang membanggakan.
Lalu, seperti apa gambaran Abdi Dalem itu sendiri. Bagaimana dia bekerja, adakah suka dukanya menjadi Abdi Dalem, serta alasan apa saja yang memberi motivasi untuk menjadi Abdi Dalem Keraton Yogyakarta? Penulis pun melakukan wawancara dengan orang yang hidup di ring 1 keraton.
Abdi Dalem keraton sendiri terbagi menjadi dua, yakni Abdi Dalem Keprajan dan Abdi Dalem Punokawan. Abdi Dalem Keprajan memiliki derajat atau kasta lebih tinggi dibanding Punokawan.
Jumlah Abdi Dalem Keprajan juga tidak begitu banyak dengan Abdi Dalem Punokawan yang mencapai ratusan. Secara tugas mereka tetap sama-sama mengabdi kepada pihak keraton.
Yang membedakan kedua Abdi Dalem itu adalah pemberian uang pituas (gaji) dari pihak keraton. Untuk Abdi Dalem Keprajan tidak mendapatkan uang pituas, sebab sudah mendapatkan uang pensiun. Sedangkan Punokawan mendapatkan uang pituas meski jumlahnya kecil.
“Untuk Abdi Dalem Keprajan biasanya pegawai aktif atau pensiunan pegawai pemerintahan, baik di Kepatihan (Kantor Gubernur DIY) maupun di tempat lain. Sedangkan Abdi Dalem Punokawan mayoritas bukan pegawai (PNS), namun ada juga yang menjadi pegawai,” kata Keamanan Keraton Ngayogyokarto Hadiningrat, Suyatmi (56) warga Taman Patehan Kraton Yogyakarta.
Kedua tingakatan Abdi Dalem tersebut juga memiliki struktur organisasi. Mulai dari ketua, sekretaris, bendahara, hingga jumlah keanggotaan. Pekerjaan masing-masing berbeda-beda, sesuai dengan porsinya. Namun, jika ada upacara adat keraton seperti labuhan, pernikahan, jumenengan, dan sebangainya, Abdi Dalem ini dengan teguh melaksanakannya.
“Kalau Abdi Dalem Keprajan tidak harus absen (hadir) di keraton. Biasanya, mereka hadir saat ada momen tertentu atau upacara adat yang dihelat keraton,” kata perempuan itu.
Sedangkan untuk Abdi Dalem Punokawan, harus mengisi absensi kehadiran saat piket jaga di lingkungan keraton. Itu pun dilakukan tidak setiap hari, ada yang 10 hari sekali, 12 hari sekali, dan ada juga yang 15 hari sekali.
“Saat piket jaga ini juga masing-masing Abdi Dalem berbeda-beda, kebanyakan 24 jam. Jadi kalau sekarang masuk jam 08.00 pagi, dan bisa pulang atau meninggalkan keraton juga jam 08.00 pagi hari berikutnya,” imbuhnya.
Sementara itu, bagi Suyatmi, menjadi Abdi Dalem bukan karena uang pemberian keraton. Namun tidak sedikit Abdi Dalem Punokawan yang ditemui mengaku karena mendambakan berkah dari Pengeran (Tuhan). Sebab, pengabdian itu membutuhkan keikhlasan dan niat baik dari dalam diri sendiri.
“Setiap orang kan berbeda-beda, tapi kalau saya pribadi mengabdi di keraton ini agar mendapatkan berkah. ‘Berkah di sini, untuk rezeki di luar. Semua itu sudah ada garisnya,” kata perempuan yang juga memiliki usaha catering ini.
Hal senada juga dikatakan Abdi Dalem Punokawan, Mbah Kartono (63) warga Bantul Yogyakarta. Alasan menjadi Abdi Dalem bukan karena uang, namun lebih menekankan kesabaran (nerimo ing pandung).
“Selami 31 taon kulo ngabdi wonten keraton mriki, kulo ngeraosaken tentrem ing pengayuh (Selama 31 tahun saya mengabdi di keraton ini, saya merasakan tentrem di hati),” katanya dengan logat jawa kental.
Pekerjaan utama Abdi Dalem itu bermacam-macam. Mulai dari pegawai negeri, pensiunan, pekerja serabutan, tani, buruh, beternak, dan lainnya. Abdi Dalem ini lebih banyak melakukan aktivitas di rumah ketimbang di keraton.
Kalau ada panggilan dari keraton untuk melakukan ritual atau upacara tertentu, mereka dengan senang hati meninggalakan pekerjaannya dan tanpa ada perasaan bahwa rejeki mereka berkurang untuk mengabdi. “Allah sudah mengatur rejeki tiap-tiap orang,” katanya.
(kem)
sumber: http://news.okezone.com/read/extend/...-ngayogyokarto |
0 komentar:
Posting Komentar